Seni membaca Alquran
boleh dibilang merupakan salah satu bentuk ekspresi seni dalam Islam.
Ibnu Manzur menyatakan, ada dua teori tentang asal mula munculnya seni
membaca Alquran.
Pertama, berasal dari nyanyian nenek moyang bangsa Arab. Kedua, terinspirasi dari nyanyian budak-budak kafir yang menjadi tawanan perang. Kedua teori tersebut menegaskan bahwa lagu-lagu Alquran berasal dari khazanah tradisional Arab. Dengan teori ini pula ditegaskan bahwa lagu-lagu Alquran idealnya bernuansa irama Arab.
Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait boleh tidaknya membaca Alquran dengan cara dilagukan. Dr Basyar Awad Ma’ruf dalam bukunya berjudul al-Bayan fi Hukm at-Taghanni bi Alquran mengatakan, ada ulama yang membolehkan dan ada pula yang memakruhkan.
Ulama yang memakruhkan, kata Dr Basyar, antara lain, Imam Ahmad bin Hanbal, Malik bin Anas, Said bin al-Musayyib, Said bin Jabir, al-Qasim bin Muhammad, Hasan al-Bashri, Ibnu Sirin, Ibrahim an-Nakha’i. Opsi ini juga menjadi rujukan sejumlah ulama masa kini, seperti Syekh Muhammad Abu Zahrah.
Sedangkan, ada pula ulama yang membolehkan membaca Alquran dengan tilawah atau tartil berikut macam-macam lagunya. Mereka, antara lain, Abu Hanifah, Syafi’i, Abdullah bin al-Mubarak, at-Thabari, Ibn Bathal, Abu Bakar Ibn al-Arabi, dan Ibn Qayyim al-Jauziyah.
Menurut Dr Basyar, sahabat Umar bin Khatab, Ibnu Abbas, Abdullah bin Mas’ud, dan lainnya juga membolehkan Alquran dibaca dengan cara dilagukan. Syekh Rasyid Ridha, Syekh Labib as-Sa’d, dan Dr Abd al-Mun’im al-Bahi merupakan ulama kontemporer yang mendukung diperbolehkannya membaca Alquran dengan cara dilagukan.
Pertama, berasal dari nyanyian nenek moyang bangsa Arab. Kedua, terinspirasi dari nyanyian budak-budak kafir yang menjadi tawanan perang. Kedua teori tersebut menegaskan bahwa lagu-lagu Alquran berasal dari khazanah tradisional Arab. Dengan teori ini pula ditegaskan bahwa lagu-lagu Alquran idealnya bernuansa irama Arab.
Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait boleh tidaknya membaca Alquran dengan cara dilagukan. Dr Basyar Awad Ma’ruf dalam bukunya berjudul al-Bayan fi Hukm at-Taghanni bi Alquran mengatakan, ada ulama yang membolehkan dan ada pula yang memakruhkan.
Ulama yang memakruhkan, kata Dr Basyar, antara lain, Imam Ahmad bin Hanbal, Malik bin Anas, Said bin al-Musayyib, Said bin Jabir, al-Qasim bin Muhammad, Hasan al-Bashri, Ibnu Sirin, Ibrahim an-Nakha’i. Opsi ini juga menjadi rujukan sejumlah ulama masa kini, seperti Syekh Muhammad Abu Zahrah.
Sedangkan, ada pula ulama yang membolehkan membaca Alquran dengan tilawah atau tartil berikut macam-macam lagunya. Mereka, antara lain, Abu Hanifah, Syafi’i, Abdullah bin al-Mubarak, at-Thabari, Ibn Bathal, Abu Bakar Ibn al-Arabi, dan Ibn Qayyim al-Jauziyah.
Menurut Dr Basyar, sahabat Umar bin Khatab, Ibnu Abbas, Abdullah bin Mas’ud, dan lainnya juga membolehkan Alquran dibaca dengan cara dilagukan. Syekh Rasyid Ridha, Syekh Labib as-Sa’d, dan Dr Abd al-Mun’im al-Bahi merupakan ulama kontemporer yang mendukung diperbolehkannya membaca Alquran dengan cara dilagukan.
0 komentar:
Posting Komentar